Esai

Han Kang Berbisik Pertanyaan

05.59



gambar: s3-ap-southeast-2.amazonaws.com


“Ia tidak percaya manusia. Wajah, fakta, dan kalimat semanis apa pun tidak dapat dipercaya. Ia tahu harus keluar dari dalam pertanyaan-pertanyaan dingin dan rasa curiga yang kental” 
(Mata Malam, 2017: 115).

Seoul, Korea Selatan, 1982. Di sebuah malam musim panas yang gerah, seorang gadis kecil membuka selembar halaman buku yang belum selesai dari sejarah negaranya. Bukan hanya belum selesai. Halaman hitam itu tengah ditulis oleh seorang presiden keji, juga derap sepatu para serdadu, kepalan tangan para pelajar, dan air mata setiap Ibu yang anaknya tak berkabar berhari-hari.

Han Kang, gadis 12 tahun yang kepalanya ditumbuki banyak pertanyaan, merangkak naik ke rak buku ayahnya ketika seisi rumah tengah menonton teve di dapur. Diam-diam ia meraih sebuah album foto yang dibeli ayahnya di terminal Gwangju – kota yang terhampar 268 km di sebelah selatan Seoul. Celaka. Han Membuka album terkutuk itu.

“Aku ingat ketika membuka halaman terakhir album itu, ketika aku melihat wajah anak perempuan yang tubuhnya hancur akibat tusukan pedang yang dalam. Suatu bagian yang lembut di dalam diriku, yang sebelumnya tidak kusadari ada di sana, pecah tanpa suara” (Han Kang, 2017: 235). (Baca selengkapnya...)

Like us on Facebook