Soto Trisakti: Semangkuk Kenangan dari Kalilarangan

00.57




 
sumber foto: blog.airyrooms.com
Oleh: Satya Adhi

Soto bening khas Solo yang satu ini ada sejak separuh abad silam. Sakti mandraguna hingga sekarang.
Ada rutinitas wajib di warung kecil di jalan Kalilarangan, Jayengan, Serengan, Solo. Setiap pukul empat pagi, dapur warung akan sibuk mengepulkan asap. Aroma rempah dan daging sapi memekakkan lubang hidung. Menanti disantap para pengunjung yang mulai berdatangan dua jam kemudian.
Meski luas warung cuma seluas setengah lapangan bulutangkis, pengunjung tetap saja berdatangan tak mau henti. Buktinya, dinding hijau warung ini dipenuhi kalender dari ragam usaha yang numpang promosi.
“Kalender-kalender itu juga punya pelanggan sini,” kata Romli, generasi keempat penerus usaha Soto Trisakti, Sabtu (20/1/2018). “Kalau saya mata duitan, sudah saya buat kotak-kotak [penyewaan ruang promosi].”

(Baca selengkapnya...)
Soto Trisakti pertama kali didirikan Amat Dikromo, eyang buyut Romli, sekira separuh abad yang lalu. Romli tak tahu pasti kapan tahunnya. “Banjir ’65 itu [Soto Trisakti] sudah ada. Ya… sekitar tahun ’63-‘64.”
Warung ini mulanya menjajakan soto secara kaki lima, lalu mendirikan bangunan semi permanen di depan gedung ketoprak, yang terletak di seberang warung Trisakti sekarang. Sekitar tahun 1980-an, gedung ketoprak tersebut berubah fungsi menjadi gedung bioskop. Bioskop Trisakti namanya.
“Dulu soto ini enggak ada namanya. Ya ‘soto daging sapi’ aja,” Romli berkisah. Tapi karena letaknya tepat di depan bioskop Trisakti, jadilah orang-orang menyebut soto ini sebagai Soto Trisakti. “Mangan ning ngendi?” “Kae lho, Trisakti,” tutur Romli mencontohkan gaya orang-orang dulu menjuluki warung soto kepunyaannya. Makan di mana? Di sana loh, Trisakti.”
Romli sengaja tak mengubah interior warung terlalu banyak. Katanya, sih, agar suasana nostalgia tetap terjaga. “Yang dicari orang itu tidak cuma rasanya. Tapi juga kangennya,” Romli bertutur setengah terkekeh.
Orang-orang top di Solo juga banyak yang langganan di Soto Trisakti. Romli mengaku, semasa hidup, Gesang sang maestro keroncong itu, yang menciptakan lagu Bengawan Solo yang legendaris itu, sering mampir ke warung sotonya usai jalan-jalan pagi. Selain Gesang, Selvi Ananda, istri Gibran Rakabuming Raka, juga langganan di situ.
“Selvi itu dari kecil makan di sini,” Romli lanjut berkisah. Baru setelah menikah dengan Gibran, si bos Markobar dan Chilli Pari, sang suami ketularan berlangganan di Trisakti. Ada juga anggota Warkop DKI, Dono, yang kerap mampir usai nyadran sebelum bulan Ramadhan. “Dono kan orang Delanggu. Saya dua kali itu melayani dia.”
Semangkuk Soto Trisakti jadi lebih istimewa. Tidak hanya berisi kuah bening sarat aroma rempah, dan potongan daging sapi empuk yang bisa dinikmati bersama aneka gorengan. “Banyak pelanggan dari dia kecil sampai dia punya anak, bahkan punya cucu, masih [makan] di sini. Ketika dulu masih kecil diajak bapaknya, sekarang dia sendiri. Kadang-kadang dia sudah punya cucu. Kita juga banyak pelanggan yang luar kota. Kalau dia pulang ya pasti nyempetin ke sini,” Romli tampak semangat mengisahkan warung warisan leluhurnya itu.
Bisa jadi, salah satu pelanggan yang menyesap kenangan di warung Soto Trisakti adalah Ririn Setyowati. Ririn masih ingat, dulu saat dia masih SMP, eyangnya mengajak ia sekeluarga makan di Soto Trisakti. “Ini loh ada soto paling enak di Solo,” ujar Ririn menirukan ajakan eyangnya.
Ririn sekeluarga menyukai soto yang satu ini karena kuahnya bening. Selain itu, lauknya juga tergolong lengkap. “Di sana juga bisa memilih daging. Misal penginnya jeroan, itu bisa. Misal pengin ati dibacem, itu bisa dipotong kecil-kecil,” jelasnya. Acara makan soto pun berubah menjadi acara nostalgia. “Eyang dulu cerita, ‘ket ndhisik ki nek mangan soto yo ning kene.’” Dari dulu kalau makan soto ya di sini.
Tak jarang, hingga kini Ririn dan teman-temannya masih menyempatkan makan di Soto Trisakti usai jalan-jalan di seputar Singosari. “Di sana kan ada Matahari Singosaren. Terkadang kita kalau mau makan di KFC, mahal. Ya sudah makan di situ,” katanya.
Ingin Mengembangkan Usaha
Sampai sekarang, Soto Trisakti masih diracik sendiri oleh tangan terlatih ibu Romli yang sejak kecil belajar memasak soto. Terkait resep rahasia… “sebetulnya hampir sama. Cuma kadang-kadang ada titik-titik tertentu yang jadi fokus. Kalau kita itu khasnya bisa mempertahankan soto ini bisa bening tapi tetap kuat aroma rempahnya,” Romli bertutur.
“Kalau orang merebus daging, itu aroma amisnya kan tetap keluar. Kalau kita dengan campuran rempah-rempah bisa kita redam. Jadi netral.”
Romli tidak berani menambah menu warna-warni. “Kita khawatir kalau tambah-tambah menu, nanti jadi enggak fokus,” aku pengurus Persis Solo ini. Keluarga juga tidak memaksanya untuk berdagang soto. “Kalau saya, karena ini bagian dari warisan leluhur ya saya teruskan. Bahkan saya punya keinginan kalau bisa dikembangkan,” tukasnya.
Jadi, kamu siap menikmati kenangan di semangkuk Soto Trisakti yang mandraguna?[]

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook