"The Gambler" (Fyodor Dostoevsky): Dostoevsky sebagai Filsuf-Pejudi
01.10
Judul : The Gambler
Penulis : Fyodor Dostoevsky
Penerjemah : Ika Destina
Penerbit : Papyrus Publishing
Tahun Terbit : 2017
Tebal :
iv + 326 hal.
FYODOR Mikaelovich Dostoevsky adalah mayat
hidup yang dikasihi Tuhan. Ia adalah lakon yang dimainkan kembali, tubuh hina
yang meruapkan aroma arak, langkah kaki tegap pembangkang kaisar, aksara rupa
penuh keresahan, juga putaran rolet di padang judi.
Ia sok kaya. Kemudian banyak hutang. Ia mencinta.
Kemudian dirundung amarah. Ia mencinta lagi. Kemudian mencinta lebih lagi. Dostoevsky
adalah percampuran elegan antara kata-kata Tuhan dan firman Manusia.
Pada 1848, novel pertama Dostoevsky, Poor Folk [kembali diterbitkan OAK
dengan judul Orang-orang Malang (2004,
2015, 2017)] berhasil cair ke
khalayak. Karya ini sukses memukau
pembaca lewat surat menyurat pilu antara Varvara Debroselova dan Makar
Devushkin, dua tetangga miskin yang payah dalam berasmara. Dostoevsky mulai
dipuja.
Seperti karya sastra lain yang berkisah soal
kemalangan, Poor Folk nyatanya
meminta tumbal. Ini adalah novel yang jadi saksi lini masa kemalangan
Dostoevsky. Ayahnya dibunuh para pekerja kebunnya sendiri, lantas Dostoevsky
hidup berfoya-foya sebagai tentara, main judi, banyak hutang, hingga kemudian
bernasib serupa Raskolnikov, tokoh progresif-utopis yang ia ciptakan di Crime and Punishment [diterbitkan YOI
dengan judul Kejahatan dan Hukuman
(2001, 2016)].
Dostoevsky kemudian bangkit dari kematian. Setelah
novel pertamanya sukses, ia dijatuhi hukuman mati akibat dianggap membelot
Tsar. Bersama 14 rekannya yang lain, Dostoevsky terlanjur pasrah dengan suratan
ketika pelor senapan algojo akan menembus tubuhnya. Dostoevsky dapat giliran
dieksekusi di kloter kedua, sementara kloter pertama sudah mangkat seluruhnya. Maut
nyaris tipis menjemput ketika utusan Tsar akhirnya datang membawa pengumuman keparat:
hukuman mati dibatalkan. (Baca selengkapnya...)
Entah takdir atau karma, pernikahan pertama
Dostoevsky gagal. Maria Dmitrijavna Issayaf, janda sahabatnya sendiri, ternyata
tak punya umur sepanjang Dostoevsky. Maria meninggal akibat TBC dan otomatis mengakhiri
pernikahan mereka.
Tapi Dostoevsky memang bandel. Pada usia 45
tahun, ia kesengsem dengan ABG 19
tahun bernama Anna Snitkina. “Ia wanita yang setia, memahami pekerti suaminya,
amat merawat dan meladeni suami” (Jakob Sumardjo, 2016: xxiii-xxiv). Seorang
tipe perempuan bersifat ortodoks yang cocok dengan selera paruh baya
Dostoevsky. Meski demikian, Anna sekaligus perempuan cerdas yang mampu menulis
dengan cepat. Pada 1866, Dostoevsky mendiktekan The Gambler kepada Anna. Kata-kata Dostoevsky yang meruap di udara,
segera, dipenjarakan oleh Anna ke dalam lembaran-lembaran kertas. Hanya dalam
tiga minggu, novel ini berhasil dirampungkan.
The Gambler adalah novel
yang tidak ditulis (langsung) oleh Dostoevsky.
Rusia adalah
Pusat
Selain Notes
from Underground (diterbitkan kembali oleh KPG dengan judul Catatan dari Bawah Tanah, 2016), The Gambler adalah salah satu novel
Dostoevsky yang menggunakan sudut pandang orang pertama. Aku. Dari sini pembaca
bisa melihat Dostoevsky bukan hanya sebagai sastrawan, tapi juga sebagai filsuf
eksistensialis.
Melalui sudut pandang Alexey Ivanovitch si
tokoh utama, di bagian-bagian awal novel pembaca akan menemui tatapan-tatapan
Alexey terhadap orang-orang dan latar tempat dalam novel tersebut. “Si jenderal
menatapku dengan dingin, menyapa dengan cara yang angkuh, dan memaksaku untuk
berhenti sebentar memberi hormat pada adik perempuannya. Sangat jelaslah uang
berbicara di tempat ini” (hal. 1).
Ini tentang Rusia feodal yang diisi
orang-orang tajir nan kolot. Bagian awal novel memang tidak sekuat ketika
Dostoevsky membuka Notes from Underground
dengan sungguh khidmat. Namun seperti permainan judi, sebenarnya semua berpusat
dan ditentukan bukan oleh nasib, tapi oleh diri sendiri. Sederhananya, dalam
judi kita punya dua pilihan yang bisa dengan sadar kita pilih: berhenti atau
lanjut bermain. Dan bagian pembuka menjadi awal seluruh permainan serta polemik
keluarga jenderal yang berpusat pada Alexey.
Pusat cerita pada Alexey – seorang Rusia yang
dikepung seorang lelaki Inggris, dua perempuan dan seorang lelaki Prancis, dan
tentunya orang-orang Rusia lain yang ningrat – menyiratkan keinginan Dostoevsky
untuk menempatkan Rusia sebagai pusat. Ini cukup lian dibandingkan mayoritas
pemikiran yang berkembang saat itu.
“Reformasi Peter Agung di abad ke 18
memungkinkan kaum intelektual Rusia berkenalan secara lebih mendalam dengan
pemikiran filsafat Barat” (Fahrurodji, 2008: xiii). Salah seorang pemikir Rusia
kala itu, Pyotr Chaadayev, bahkan menilai demikian; “Rusia tidak memiliki peran
dalam sejarah, dan karenanya harus belajar pengalaman sejarah dari Barat” (ibid.: xiii-xiv).
Anggapan semacam ini digambarkan Dostoevsky
ketika Alexey tengah berbincang dengan seorang Le Comte dari Prancis. “’Apa
yang menyelamatkanmu adalah pengakuanmu bahwa kamu adalah orang sesat dan
barbar,’ kata si Prancis sambil tersenyum. ‘Kau tidak terlihat bodoh’” (hal.
12). Prancis sebagai simbol Renaisans, digambarkan mengejek peradaban Rusia
yang barbar dan belum modern.
Sebaliknya, melalui rolet Dostoevsky mengejek
para pemikir yang menganggap Rusia harus belajar dari Barat. Sebab, meski
Reformasi sudah dilakukan, tetap saja orang-orang Rusia banyak yang kere dan buta
huruf. Rolet ia sebut dengan nada sinis sebagai permainan yang Rusia banget.
“’Aku pikir rolet dirancang khusus untuk
orang Rusia’…. ‘Berdasarkan fakta bahwa pandangan dan cara hidup orang Barat
yang sudah menjadi sejarah, walaupun ini bukan sesuatu yang besar, kemampuan
untuk menumpuk kekayaan. Walaupun, orang Rusia bukan cuma tidak mampu
mengumpulkan harta, tapi juga sering bertindak bodoh dan ceroboh’” (hal.
52-53).
Dengan cermat, Dostoevsky memilih mesin rolet
daripada bejibun permainan judi yang lain. Sejarah memang telah membuktikan
bahwa penemuan mesin jadi tonggak lahirnya modernisasi ala Barat. Perkembangan teknologi
yang muncul kemudian, membuat peradaban Barat jadi amat gagah dan menggagahi.
Di sini rolet tidak menjadi roda nasib yang
berputar liar, tapi mesin canggih yang mengendalikan manusia. Ini merupakan
kritik Dostoevsky terhadap modernisasi yang melunturkan jati diri bangsa Rusia.
Manusia jadi kehilangan kemanusiaannya, digantikan kemanusiaan buatan yang
dikendalikan para mesin. Pembaca juga harus ingat, kalau Dostoevsky bahkan
tidak memakai mesin (ketik) untuk menulis novel ini.
Sayangnya, The Gambler terbitan Papyrus masih payah dalam hal penyuntingan. Kalimat-kalimat
Dostoevsky yang terkesan bertele-tele tidak mampu disunting dengan gurih. Kualitas
terjemahan dan penyuntingannya masih jauh dari buku-buku Dostoevsky lain yang
diterbikan OAK, YOI, KPG, juga pastinya Pustaka Jaya.
Beruntung kekecewaan pembaca bisa terobati
berkat kisah Alexey yang konyol. Alexey – yang juga bisa dibaca sebagai sosok
Dostoevsky sendiri – memang mulanya emoh dikendalikan mesin. Namun akhirnya ia
tunduk juga pada putaran roda rolet. Tidak hanya itu, yang teramat konyol
adalah ia juga tunduk pada perempuan. Bukan hanya sekali, tapi dua kali. Yang pertama,
oleh Polina Alexandrovna ia dimanfaatkan sebagai lumbung uang hasil berjudi. Yang
kedua oleh Le Comtesse Prancis yang juga hanya mengincar harta Alexey.
Lucu ketika Dostoevsky menulis sok gagah. “Seorang lelaki harus selalu berhati-hati” (hal. 52). Tapi kemudian pembaca bisa membayangkan Anna Snitkina tersenyum geli ketika sang suami terkasih mendiktekan kalimat berikut kepadanya. “Dalam banyak hal, aku memang takut pada wanita” (hal. 42).[]
0 komentar