Anak-anak
Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan menikmati pendidikan dasar di kawasan
konsesi Hutan Harapan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), Desa Bungku,
Bajubang, Batanghari, Jambi, Selasa (11/4). Puluhan anak-anak SAD yang
tinggal di dalam kawasan dan sekitar hutan konsesi tersebut mendapatkan
fasilitas pendidikan dasar gratis dari pihak pengelola Hutan Harapan dengan
sistem jemput bola atau mendatangi langsung tempat-tempat bermain mereka.
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww/17.
|
JURNALISME telah melahirkan beragam genre. Jurnalisme
investigasi, jurnalisme presisi, jurnalisme sastrawi, dan sebagainya. Namun
nyaris semua jurnalisme yang dipakai, adalah jurnalisme yang eksis di
tengah-tengah masyarakat perkotaan dengan budaya yang seragam. Tak terlalu
nampak kesenjangan atau dominasi budaya satu dengan yang lain.
Dilema
muncul ketika para jurnalis turun ke wilayah-wilayah pedalaman. Bertemu
masyarakat yang tinggal di sana, lalu melaporkan dan menyajikannya dalam sebuah
laporan jurnalistik. Padahal nyaris semua jurnalis dididik dalam lingkungan
kampus berkurikulum modern. Mereka juga hidup dalam sebuah struktur masyarakat
perkotaan yang tak banyak menemui isu-isu minoritas.
Kalaupun
ada, isu yang ditemui terbatas pada masyarakat minoritas yang masih tinggal di
perkotaan (khususnya minoritas agama atau ekonomi-politik). Bagaimana meliput
mereka yang ada di pedalaman? Mereka yang struktur masyarakat, agama, dan pola
pikirnya berbeda dengan jurnalis kebanyakan. (Baca selengkapnya...)