Esai

Koleksi Terpenting Perpustakaan Batoe Api adalah Kliping

04.27



Oleh: Satya Adhi

Aku melangkah ke kebun buku mungil di pinggiran Jalan Raya Jatinangor yang macet. Sebuah perpustakaan dengan aroma kertas menembus masker KN95, wangi. Aku kira, ada belasan ribu buku di sini. Tersusun berkelompok sesuai tema meski di rak tak ada kartu petunjuk. Jurnalistik dan ilmu komunikasi, sastra, sejarah Indonesia, gender dan feminisme, tentu masih banyak lagi, tapi yang membuat mataku melotot adalah deretan map tebal di bawah jendela yang menghadap jalan.


Tanpa membuka map-map itu, aku tahu apa isinya. Kliping. Tersusun menurut tiap topik yang dikipling. Sastra dunia, sastra Indonesia, Revolusi Kemerdekaan, G30S & PKI, Pramoedya Ananta Toer, dan banyak lainnya. Aku tarik satu kliping tentang gaya hidup dan posmo, membaca esai Arief Budiman tentang Jakarta, lalu buru-buru memberi vonis: kliping adalah koleksi terpenting perpustakaan Batoe Api. (Baca selengkapnya ...)

Ulasan (Buku)

Sebuah Perjumpaan dengan Eka Kurniawan Si Penulis Muda

09.09



Oleh: Satya Adhi

Oh, senangnya bisa berjumpa seorang penulis muda masa depan sastra Indonesia. Sepuluh cerpennya tercetak di sebuah buku 94 halaman. Terbitan tahun 2000 — tahun yang kata Nasida Ria adalah tahun harapan. Diterbitkan Yayasan Aksara Indonesia yang beradres di Yogyakarta.


Corat-Coret di Toilet tajuk kitabnya. Eka Kurniawan nama penulisnya. Bukan, bukan Eka Kurniawan pengarang empat novel fenomenal sekaligus peraih Prince Claus Award. Setidaknya belum. Ini Eka Kurniawan yang belum kamu lihat sebelumnya.


“Buku yang ada di hadapan pembaca sekarang ini adalah sebuah kumpulan cerita pendek karya seorang penulis muda. Eka Kurniawan, begitu nama penulis ini, setelah menerbitkan buku pertamanya berjudul Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis … kini memperkenalkan bukunya yang kedua, Corat-Coret di Toilet” (halaman ix).


Penulis muda! Aku membayangkan Eka baru mentas pendidikan dari Fakutas Filsafat UGM, mungkin masih sering ditanya orang tua “mau kerja apa?” lalu nekat saja menerbitkan 10 cerpennya ke buku tipis yang kovernya dibuat sekenanya. Corat-coret betulan. (Baca selengkapnya ....)

Ulasan (Buku)

Babad Perjalanan, Kuliner, dan Erotisisme Dua Raden

12.26


Oleh: Satya Adhi

Aku sering bertanya-tanya, akankah muncul cerita fantasi-kolosal dari Indonesia yang memukau dan benar-benar memikat. Apalagi, akhir-akhir ini aku sedang mengikuti serial House of the Dragon di HBO dan The Lord of the Rings: Rings of Power di Prime Video. Pikirku, karena Indonesia punya sejarah kerajaan-kerajaan masa lampau di kepulauan Nusantara, harusnya kisah-kisah fantasi macam itu sangat mungkin diciptakan.


Pertanyaan itu akhirnya terjawab di buku maha asyik karya Yusi Avianto Pareanom, Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi (selanjutnya disebut Raden Mandasia). Ini pertemuan yang cukup terlambat antara aku dan si buku. Kemasyhuran Raden Mandasia sudah aku dengar sejak berkuliah. Namun entah kenapa tangan dan dompetku belum tergerak untuk membeli-membaca Raden Mandasia waktu itu.


Paman Yusi membagi Raden Mandasia setidaknya menjadi 3 bagian. Bagian pertama menuturkan latar belakang Sungu Lembu dan bagaimana ia bertemu Raden Mandasia. Bagian kedua menceritakan perjalanan Sungu Lembu dan Raden Mandasia ke Gerbang Agung. Kemudian bagian ketiga adalah yang paling raya, ihwal peperangan antara Kerajaan Gilingwesi dan Gerbang Agung.


Di awal buku, yang ada di imajinasiku adalah kisah-kisah ala Angling Dharma dan Saur Sepuh. Ada malam yang keparat, prajurit-prajurit kerajaan berlarian mengejar 2 pencuri yang ternyata sepasang raden berbeda negeri, lengkap dengan imaji tentang kostum, tombak, panah, dan bagaimana para tokoh berbicara dengan bahasa Indonesia baku. (Baca selengkapnya ...)

Like us on Facebook