Cerpen

Kematian Singkat Seorang Penyamun

22.41


Gambar: Flickr
Oleh: Satya Adhi
SEPOTONG malam, di sini aku akan mati. Jidat langit melompong tanpa gemintang. Gelap. Bubuk tanah hambar tak menguarkan bau. Satu-satunya aroma yang kuhirup memancar dari tubuhku. Anyir.
Dadaku sakit sekali. Merah. Beruntung angin bernapas sejuk. Suara daun-daun tebu bercumbu menenangkan. Udara semacam ini biasa membuatku masuk angin. Tapi kali ini embusannya cukup buat menghibur sakit di dadaku.
Oi! Menyingkir dari kakiku, tikus sialan. Belum saatnya kau makan malam. Menyingkir, kubilang! Asu. Oh, jangkrik … ya, teruslah nembang seperti itu. Para daun, bercumbulah lebih semangat. Rancak. Nah, seperti itu. Tidak, jangan kalian, para tikus! Diam! Kalian merusak tabuhannya.
Ada suara motor berderu. Suaraku tertahan, sial. Tolong … tol …. Keluarkan suara lantangmu wahai tenggorokan terkutuk! Suara motornya menghilang. Aku harus bertahan. Aku akan menunggu motor selanjutnya lewat. Iya, aku akan menunggu.

Like us on Facebook